- Back to Home »
- TUNTUNAN SEMBAHYANG
Posted by : Unknown
Senin, 26 Agustus 2013
Pndt. Shri Dharma P. (I Wayan Sudarma)
I. PENDAHULUAN
Dalam ajaran agama Hindu disebutkan bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk memperoleh kebahagiaan hidup lahir bathin (Moksartaham Jagadhita). Tujuan hidup ini diperoleh melalui usaha dan kerja keras yang dilandasi oleh Sraddha (keyakinan/keimanan) dan (ketakwaan/bhakti kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Sanghyang Widhi Wasa).
Salah satu wujud pengamalan Sraddha dalam kehidupan sehari-hari adalah melalui pelaksanaan persembahyangan Panca Yajña.
II. KETENTUAN UMUM PERSEMBAHYANGAN
1. Makna dan Tujuan Sembahyang
a. Untuk menghormati dan mengagungkan kebesaran sifat Tuhan Yang Maha Esa, selaku pencipta dan penguasa alam semesta.
b. Sebagai pengakuan diri bahwa pada hakikatnya manusia adalah mahluk yang sangat lemah.
c. Sebagai permohonan maaf dan pengampunan atas segala dosa yang pernah dilakukan dalam hidupnya.
d. Menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas segala waranugraha-Nya.
e. Memohon perlindungan-Nya agar dijauhkan dari segala bahaya maupun cobaan hidup.
f. Menemukan suasana kedamaian lahir dan bathin.
2. Tempat Sembahyang
Pura adalah merupakan tempat sembahyang atau pemujaan kepada Sanghyang Widhi Wasa beserta manifestasi kemahakuasaan-Nya. Menurut fungsinya Pura dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu Pura Kahyangan Umum (Kahyangan Jagat) dan Pura Kahyangan Khusus (Sanggar, Pamerajan, Paibon, Kawitan dan lain-lain).
a. Pura Kahyangan Umum adalah tempat persembahyangan untuk seluruh umat Hindu. berdasarkan konsepsi/filosofisnya dibagi atas beberapa kelompok yakni:
1). Pura kahyangan Umum yang berdasarkan konsepsi Rwabhineda yakni : Pura Besakih sebagai Purusa dan Pura Batur sebagai Pradhana.
2). Pura Kahyangan Umum yang berdasarkan konsepsi Catur Lokapala, merupakan konkritisasi dari Cadu Sakti atau empat kemahakuasaan Sanghyang Widhi Wasa, yakni :
a) Pura Lempuyang di Timur.
b) Pura Batukaru di Barat.
c) Pura Puncak Mangu di Utara.
d) Pura Andakasa di Selatan.
3). Pura Kahyangan Umum yang didasarkan konsepsi Sadwinayaka yang merupakan landasan pendirian Sad Kahyangan di Bali, yakni:
a) Pura Kahyangan Agung (Pura Besakih).
b) Pura Kahyangan Lempuyang Luhur.
c) Pura Kahyangan Gua Lawah.
d) Pura Kahyangan Uluwatu.
e) Pura Kahyangan Batukaru.
f) Pura Kahyangan Pusering Tasik (Pusering Jagat).
4). Pura Jagat Nata yang ada di berbagai daerah di Indonesia.
b. Pura Kahyangan Khusus.
1) Pura Kahyangan Desa (Teritorial) yaitu Pura yang disungsung atau dibina oleh warga desa adat, yakni:
a) Pura Desa, dibangun guna menyembah Sanghyang Widhi Wasa dalam Prabhawa/manifestasi-Nya sebagai Brahma, Maha Pencipta alam semesta beserta isinya.
b) Pura Puseh, di bangun guna menyembah Sanghyang Widhi Wasa dalam Prabhawa/manifestasi-Nya sebagai Wisnu, Maha Pemelihara alam semesta beserta isinya.
c) Pura Dalem, dibangun guna menyembah Sanghyang Widhi Wasa, dalam Prabhawa/manifestasi-Nya sebagai Siwa, Maha Kuasa melebur seluruh alam semesta beserta isinya.
2) Pura Swagina (Pura fungsional) yaitu Pura yang penyungsung atau pengemongnya terikat oleh ikatan swagina/swadayanya dalam sistem mata pencaharian, seperti: Pura Subak, Pura Melanting, dan sebagainya.
3) Pura Kawitan, yaitu tempat pemujaan atau persembahyangan bagi kelompok keluarga tertentu, misalnya Sanggar Pamrajan yang berada disetiap pekarangan rumah.
Jenis yang lebih besar dari Sanggar Pamrajan dinamakan Paibon, Dadia, Panti atau Padharman. Dalam perkembangannya terdapat beberapa hal yang dipakai sebagai landasan menbuat Sanggar pemujaan atau Pamrajan, yakni :
a) Bagi yang tidak memiliki rumah sendiri (menyewa), biasanya membuat Sanggar dari bahan kayu yang disebut Waton (plangkiran) ditempatkan dalam kamar disebelah Timur atau Utara.
b) Bagi yang baru membuat rumah sendiri, bila keadaan memungkinkan dapat mendirikan sebuah Sanggar Pamrajan.
3. Macam-macam Persembahyangan
a. Menurut waktu pelaksanaan.
1) Nitya Kala, yaitu persebahyangan yang dilaksanakan 3 (tiga) kali sehari disebut Tri Sandhya, dilakukan tanpa memakai sarana yaitu :
a) Sembahyang pagi hari, pelaksanaannya antara jam. 04.30 – 06.00 disebut Pratah Savanam.
b) Sembahyang tengah hari antara jam. 12.00 – 13.30 disebut Madyadina Savanam.
c) Sembahyang sore hari antara jam. 18.00 – 19.30 disebut Sandhya Savanam.
2) Naimitika Kala, yaitu persembahyangan yang dilaksanakan pada hari-hari tertentu, terutama hari-hari yang disucikan (dirayakan) dengan mempergunakan sarana dupa/api (Aghni), air (Toyam), buah-buahan (Phalam), bunga (Puspam) dan dedaunan (Patram), antara lain :
a) Persembahan Deva Yajna: Purnama, Tilem, hari-hari suci keagamaan (Galungan, Kuningan, Sarasvati, Pagervesi, Sivaratri dan Nyepi).
b) Persembahyangan pada hari-hari raya Nasional.
c) Persembahyangan khusus yang dilaksanakan oleh perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat dengan maksud menyampaikan niat tertentu.
b. Menurut bentuk pelaksanaannya.
1) Persembahyangan bersama dengan dipandu puja Sulinggih.
2) Persembahyangan bersama tanpa dipandu puja Sulinggih.
3) Presembahyangan perorangan.
4. Persyaratan Sembahyang
a. Persyaratan lahir (sakala, wahya) :
1) Bersihkan badan dengan mandi. Boleh juga mandi dengan air kumkuman.
2) Berpakaian yang bersih dah sopan.
3) Sarana persembahyangan yang dipakai supaya baik, misalnya : Bunga yang harum dan segar, dupa yang harum serta kwangen.
4) Tempat persembahyangan yang bersih dan bersuasana tenang.
b. Persyaratan bathin (niskala, adyatmika) :
1) Rasa tulus ihklas dalam melaksanakan sembahyang.
2) Kesadaran bathin yang luhur dan suci sesuai dengan ajaran Tri Kaya Parisudha, yaitu : suci dalam pikiran, suci dalam perkataan, dan suci dalam perbuatan.
3) Bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa/Sanghyang Widhi Wasa secara pasrah dan utuh.
4) Kesadaran melaksanakan sembahyang agar ditujukan pada jalan dharma, kesucian dan kesejahtraan mahluk serta alam semesta.
5) Meyakini ajaran Tat Tvam Asi yakni memandang semua mahluk mempunyai hakikat yang sama.
5. Sikap Sembahyang
a. Sikap tangan.
1) Sikap tangan pada waktu Tri Sandhya. Mengambil sikap Devapratistha atau Amusti Karana yaitu kedua ibu jari tangan dipadukan dengan telunjuk tangan kanan (berbentuk “kojong”) atau kedua ibu jari tangan kanan dan kiri dipertemukan/ditempelkan sedangkan jari-jari tangan yang lain saliang bertumpukan diatas ulu hati.
2) Sikap tangan pada waktu melaksanakan kramaning sembah. Sikap tangan pada waktu melaksanakan persembahyangan/kramaning sembah yaitu kedua belah telapak tangan dicakupkan dan diangkat keatas ubun-ubun.
b. Sikap badan pada waktu sedang sembahyang.
Bila memuja dalam sebuah Pura, Sanggar Pamrajan dan sebagainya dilakukan dengan cara duduk. Bagi kaum pria dengan sikap Padmasana (Silasana) sedangkan sedangkan bagi kaum wanita dengan sikap Bajrasana (bersimpuh). Ada lagi sikap-sikap yang lain misalnya bagi yang sakit mengambil sikap Sawasana. Selanjutnya apabila kondisitempat tidak memungkinkan untuk duduk maka dapat dilaksanakan dengan mengambil sikap Padasana (berdiri).
6. Hubungan Sembahyang Dengan Yajna
Bertitik tolak dari pengertian sembahyang yang merupakan pemujian kepada Sanghiang Widhi Wasa, dengan segala Prabhawa/manifestasi kemahakuasaan – Nya, yang dilaksanakan penuh ketululusan hati ,maka yajna pun memiliki pengertian yang sama dengan sembahyang. Dengan demikian antara Sembahyang dan Yajna memiliki hubungan yang erat dimana kedua – duanya bertujuan mewujudkan suatu kehidupan yang bahagia dan sejahtera lahir batin (Moksartham Jagadhita).
Veda mengajarkan 5 (lima) macam Yajna, yang disebut Panca Yajna, yaitu:
a. Deva Yajna adalah korban suci/persembahan suci sebagai perwujudan rasa terima kasih yang disampaikan kepada Sanghiang Widi Wasa dan para Dewa penjaga kosmos dan hukum kehidupan yang diciptakannya dengan tujuan tercapaenya ketentraman dan kesejahteraan lahir batin .
b. Rsi Yajna adalah korban suci/persembahan suci sebagai perwujudan rasa terima kasih kepada para Maharesi penerima Wahyu, kepada para Brahmana, Guru yang telah mengajarkan dan mengembangkan ajaran agama. RsiYajna dapat pula diwujudkan dalam bentuk penyucian diri secara spiritual melalui upacara Pewintenan/Diksa (Inisiasi/ pentahbisan).
c. Pitra Yajna adalah korban suci kepada para Leluhur dengan tujuan:
1) Mengembalikan jasadnya kepada lima unsur alam ini yaitu tanah (prtiwi), sinar (teja), udara (bayu), air (apah), dan ether (akasa) melalui upacara “Sawa Wedana”.
2) Menyucikan roh agar kembali ke asalnya melalui upacara “Atma Wedana”.
d. Manusa Yajna adalah korban suci atau upacara untuk manusia guna meningkatkan kehidupan spiritualnya. Upacara ini dimulai sejak bayi dalam kandungan sampai dewasa dan menjelang mati.
e. Bhuta Yajna, adalah korban suci kepada para Bhuta (mahluk yang lebih rendah dari manusia) agar siklus alam semesta ini tetap harmonis dan ekosistem tetap berjalan dengan semestinya. Korban suci pada upacara Buta Yajna disampaikan dalam bentuk upakara korban yang disebut “Caru”, mulai dari tingkat yang terkecil sampai tingkat yang lebih besar sesuai kepentingannya.
7. Pemimpin Dalam Persembahyangan
a. Pandita/Sulinggih. Berdasarkan Keputusan Maha Sabha Parisada ke II tanggal 2 s.d 5 Desember 1968, ditetapkan bahwa mereka yang telah melaksanakan upacara Diksa/ditapak oleh Nabenya dengan Bhiseka Pandita (Pedanda, Bhujanga, Rsi, Bhagawan, Empu dan Dukuh) berkewajiban menyelesaikan upacara/upakara Panca Yajna (Loka Palasraya).
b. Pinandita. Bagi mereka yang telah melaksanakan upacara “Pawintenan” sampai dengan “Adhiksa Widhi” dengan tidak ditapak dan “Amari aran”, yaitu: Pemangku, Mangku Dalang, Wasi, Mangku Balian, dan Dharma Acarya berwenang menyelesaikan upacara/upakara yang telah ditentukan sesuai Kesatuan tafsir terhadap aspek-aspek agama Hindu.
8. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan.
Guna menjaga dan memelihara kesucian Pura, para umat hendaknya selalu memperhatikan ketentuan-ketentuan tentang larangan masuk Pura/tempat suci.
a. Bagi wanita dalam keadaan menstruasi, habis melahirkan atau aborsi.
b. Dalam keadaan berhalangan karena cuntaka antara lain:
1) Kematian: Keluarga terdekat sampai dengan mindon, serta orang-orang yang ikut mengantar jenazah, demikian pula alat-alat yang dipergunakan untuk keperluan itu.
2) Sakit kelamin (Siphilis).
3) Kusta (yang menular).
4) Gila.
5) Gamiya Gamana (kawin/bersanggama dengan ibu, saudara, anak).
6) Salah timpal (kawin dengan binatang).
c. Menodai kesucian Pura/tempat suci (berpakaian tidak sopan, bercumbu, berkelahi, buang hajat besar/kecil dan mencoreng – coreng bangunan/tempat suci).
III. PERSIAPAN SEMBAHYANG
a. Persiapan Sembahyang
Persiapan sembahyang meliputi persiapan lahir dan bathin. Persiapan lahir meliputi sikap duduk yang baik, pengaturan nafas dan sikap tangan. Termasuk dalam persiapan lahir ialah sarana penunjang sembahyang seperti pakaianyang bersih dan rapi, bunga dan dupa, sedangkan persiapan bathin ialah ketenangan dan kesucian pikiran. Langkah-langkah persiapan dan sarana prasarana sembahyang adalah sebagai berikut:
1) Asuci Laksana.
Pertama – tama orang membersihkan badan dengan mandi. Kebersihan badan dan kesejukan lahir mempengaruhi ketenangan hati.
2) Pakaian.
Pakaian waktu sembahyang supaya diusahakan pakaian yang bersih serta tidak mengganggu ketenangan pikiran. Pakaian yang ketat dan warna yang mencolok hendaknya dihindari.
Pakaian harus disesuaikan dengan dresta (kebiasaan) setempat, supaya tidak menarik perhatian orang.
3) Bunga atau Kwangen.
Bunga atau Kwangen adalah lambang kesucian, supaya diusahakan bunga yang segar, bersih dan harum. Jika dalam persembahyangan tidak ada Kwangen dapat diganti dengan bunga. Ada beberapa bunga yang tidak baik untuk sembahyang. Menurut Agastyaparwa, bunga tersebut adalah:
Bunga yang berulat, bunga yang gugur tanpa digoncang, bunga-bunga yang berisi semut, bunga yang layu yaitu bunga yang lewat masa mekarnya, bunga yang tumbuh di kuburan. Itulah jenis-jenis bunga yang tidak patut dipersembahkan.
4) Dupa.
Apinya dupa adalah simbol Sanghyang Agni, saksi dan pengantar sembah kita kepada Sanghyang Widhi, setiap Yajna dan pemujaan tidak luput dari penggunaan api. Hendaknya ditaruh sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan teman-teman di sebelah.
5) Tempat duduk.
Tempat duduk hendaknya diusahakan tidak mengganggu ketenangan untuk sembahyang. Arah duduk ialah menghadap Pelinggih. Jika mungkin agar menggunakan alas duduk seperti tikar dan sebagainya.
6) Sikap duduk.
Sikap duduk dapat dipilih sesuai dengan tempat dan keadaan serta tidak mengganggu ketenangan hati. Sikap duduk yang baik untuk pria ialah sikap duduk bersila (Padmasana, Silasana, Sidhasana) dan badan tegak lurus. Sikap duduk bagi wanita ialah sikap Bajrasana yaitu sikap duduk bersimpuh dengan dua tumit kaki diduduki. Dengan sikap ini badan menjadi tegak lurus, sikap ini sangat baik untuk menenangkan pikiran.
7) Sikap tangan.
Sikap tangan yang baik pada waktu sembahyang ialah “Cakuping kara kalih” yaitu kedua telapak tangan dikatupkan dan diletakkan diatas di depan ubun-ubun. Bunga atau kwangen dijepit pada ujung jari tengah.
Mantra Persiapan Kebersihan Jasmani:
Menggosok gigi: Om shri bhatari sayoga ya namah svaha - Ya Tuhan, besihkalah gigi hamba dari segala kotoran.
Berkumur: Om vaktra suddha mam svaha - Ya tuhan, bersihkalah mulut hamba dari segala kotoran.
Mandi: Om parama gangga sarira suddha mam svaha - Ya Tuhan, bersihkanlah seluruh badan hamba dengan air ini dari kotoran.
Mencuci tangan: Om Ung Hrah Phat astra ya namah svaha - Ya Tuhan, bersihkanlah tangan hamba dari kotoran.
Mencuci kaki: Om Pang pada ya namah svaha - Ya Tuhan, bersihkanlah kaki hamba dari kotoran.
Keramas: Om Ghring Siva ya namah svaha - Ya Tuhan, bersihkanlah rambut hamba dari kotoran.
Bercermin: Om vesnava ya namah svaha - Ya Tuhan, anugrahkalah sinar kesucian kepada hamba.
Bersisir: Om shri dewi byo namah svaha - Ya Tuhan, anugrahkanlah kewibawaan kepada hamba.
Mengambil pakaian: Om sarva busana ya namah svaha- Ya Tuahan, sucikanlah pakaian hamba.
Berpakaian: Om Siva busana ya namah svaha – Ya Tuhan, hamba memujaMu dalam prabhavaMu sebagai Siva semoga menyatu dalam jasmani hamba.
Mekampuh: Om Mahadeva ya namah svaha – Ya Tuhan, hamba puja Engkau sebagai Mahadeva yang menyatukan sabda-bhayu-idep dalam jasmani hamba.
Persiapan Sarana:
· Alas duduk (tikar, karpet, dsb)
Sebuah nampam yag berisikan:
Ø Sebuah gelas/tempat tirtha berisi air bersih (diletakkan di pelingih, pelangkiran, altar, sanggar pemujaan)- untuk memohon tirtha wangsuhpada.
Ø Sebuah mangkok kecil berisi beras yang sudah dicuci bersih diberi wewangian (bija)
Ø Dupa secukupnya
Ø Bunga / canang sari / kwangen secukupnya
Persiapan rohani:
· Pemusatan pikiran dengan sikap: Padmasana (untuk pria), Bajrasana (unuk wanita), Padasana (berdiri), Savasana (untuk orang sakit), dsb.
· Menyalakan dupa: Om Ang dupam samarpayami ya namah svaha – Ya Tuhan, hamba puja Engkau dalam sinar suciMu sebagai Brahma, pengantar bhakti hamba kepadaMu.
· Menghaturkan dupa: Om Ang dupa dipastra ya namah svaha – Ya Tuhan, hamba puja Engkau sebagai Brahma, hamba mohon ketajaman sinar sucimu dalam menyucikan dan menjadi saksi sembah hamba kepadaMu.
· Membersihkan bunga dengan asap dupa: Om puspa danta ya namah svaha - Ya Tuhan, sucikanlah kembang ini dari segala kotoran.
· Asana: Om prasada sthiti sarira Siva suci nirmala ya namah svaha - Ya Tuhan, anugrahkanlah kepada hamba ketenangan dan kesucian dalam batin hamba.
· Pranayama dengan sikap tangan Amustikarana:
Ø Menarik napas; Om Ang namah – Ya Tuhan, hamba puja Engkau sebagai pencipta dan sumber dari segala kekuatan, anugrahi hamba kekuatan batin
Ø Menahan napas: Om Ung namah – Ya Tuhan, hamba puja Engkau sebagai pemelihara dan sumber kehidupan anugrahi hamba ketenangan batin
Ø Mengeluarkan napas: Om Mang namah – Ya Tuhan, hamba puja Engkau sebagai pelebur segala yang tidak berguna dalam kehidupan, anugrahi hamba kesempurnaan batin.
Karasoddhana
Tangan kanan: Om Soddha mam svaha – Ya Tuhan, sucikanlah seluruh badan jasmani hamba
Tangan kiri: Om Ati soddha mam svaha – Ya Tuha, sucikanlah seluruh badan rohani hamba
Puja Tri Sandhya
Om bhur bhuvah svah
Tat savitur varenyam
Bhargo devasya dhimahi
Dhyo yo nah praccodayat
Ya Tuhan, yang menguasai ketiga dunia ini, Yang Mahasuci dan sumber dari segala kehidupan, anugrahi hamba sinar penerangan dengan cahayaMu Yang Mahasuci
Om narayana evedam sarvam
Yad bhuta yasca bhavyam
Niskalangko niranjano nirvikalpo
Nirakhyatah suddho deva eko
Narayano na dvityo’sti kascit
Ya tuhan, hamba puja Engkau sebagai Narayana pencipta alam semesta beserta isinya, Engkau Mahagaib, tak berwujud, dan tak terbatas oleh waktu, dapat mengatasi segala kebingungan, Engkau Mahasuci, Mahaesa, dan tidak ada duanya, dan dipuja oleh semua mahluk
Om tvam sivah tvam mahadeva
Isvarah paramesvarah
Brahma visnusca rudrasca
Purusah parikirtitah
Ya Tuhan, Engkau hamba puja dalam sinar suci dan saktiMu sebagai Siva, Mahadeva, Isvara, Paramesvara, Brahma, Visnu, dan juga Rudra, karena Hyang Widhi adalah sumber dari segala yang ada
Om papo’ham papakarmaham
Papatma papasambhavah
Trahi mam pundarikaksa
Sabahya bhyantarah sucih
Ya Tuhan, hamba ini penuh dengan kenestapaan, perbuatan hamba penuh dengan kenestapaan, jiwa dan kelahiran hamba penuh dengan kenestapaan, hanya Engkaulah yang dapat menyelamatkan hamba dari kenestapaan itu, semoga dapatlah disucikan lahir-bathin hambaMu ini.
Om ksamasva mam mahadevah
Sarva prani hitangkara
Mamoca sarve papebhyah
Phalayasva sadasiva
Ya Tuhan, ampunilah hamba hyang Widhi, yang memberikan keselamatan semua mahluk, ampuni hamba dari segala dosa, dan limpahkanlah perlindungan kepada hamba.
Om ksantavah kayiko dosah
Ksantavyo vaciko mama
Kksantavyo manaso dosah
Tat pramadat ksamasva mam
Ya Tuhan, ampunilah segala dosa hamba, baik yang berasal dari perbuatan, perkataan, dan pikiran, maupun dari segala kesalahan hamba
Om santih santih santih Om
Ya Tuhan, semoga ada kedamaian dalam hati, di dunia, dan semuanya damai untuk selamanya atas anugrahMu.
Kramaning Sembah
Muspa Muyung: Om Atma tattvatma suddha mam svaha – Ya Tuhan, Engkau adalah merupakan sumber Atman dari semua ciptaanMu, sucikanlah hambaMu.
Muspa dengan bunga ke hadapan Siva Adhitya sebagai saksi pemujaan:
Om Adityasya param jyotih
Rakta teja namo’stute
Sveta pangkaja madhyasta
Bhaskaraya namo’stute
Om Hrang Hring Sah paramasiva adhitya ya namah svaha
Ya Tuhan, hamba puja Engkau sebagai sumber cahaya yang merah cemerlang, penuh kesucian yang bersemayam di tengah-tengah teratai berwarna putih, sembah sujud hamba kepada sumber segala cahaya, Ya Tuhan, Engkau adalah ayah semesta alam, ibu semesta alam, Engkau adalah Paramasiva devanya matahari,anugrahkanlah kesejahtraan lahir-bathin.
Muspa dengan kwangen/bunga ke hadapan Hyang Widhi dengan Ista devataNya:
Om namo devaya adhistanaya
Sarva vyapi vai sivaya
Padmasana eka prathistaya
Ardhanaresvarya namah svaha
Ya Tuhan, hamba puja Engkau sebagai sumber sinar yang bersinggasana di tempat paling utama, hamba puja sebagai Siva penguasa semua mahluk, kepada devata yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai di suatu tempat, kepada Ardhanaresvari hamba memuja.
Muspa dengan kwangen/bunga kehadapan Hyang Widhi untuk memohon waranugraha:
Om anugraha manoharam
Deva datta nugrahaka
Arcanam sarva pujanam
Namh sarva nugrahaka
Deva devi mahasiddhi yajnangga nirmalatmakam
Laksmi siddhisca dirgahayuh
Nirvighna sukha vrddhisca
Ya Tuhan, Engkau yang menarik hati pemberi anugrah, anugrah pemberian devata, pujaan segala pujaan, hamba memujaMu sebagai pemberi segala anugrah, kemahasiddian pada deva dan devi berwujud yajna suci. Kebahagiaan, kesempurnaan, panjang umur, bebas dari rintangan, kegembiraan dan kemajuan rohani dan jasmani.
Muspa Muyung, sebagai penutup persembahyangan:
Om deva suksma paramacintya ya namah svaha
Om santih santih santih Om
Ya Tuhan, hamba memuja Engkau devata yang tak terpikirkan, maha tinggi dan maha gaib. Ya Tuhan, anugrahkanlah kepada hamba kedamaian, damai, di hati, damai di dunia, dan semoga semuanya damai atas anugrahMu
Pemercikan Tirtha
Doa ketika metirtha:
Om Ang Brahma amrta ya namah
Om Ung Visnu amrta ya namah
Om Mang Isvara amrta ya namah
Ya Tuhan, dalam wujud Brahma
Ya Tuhan , dalam wujud Visnu
Ya Tuhan, dalam wujud Isvara
Anugrahkan air suci kepada hamba
Doa minum tirtha:
Om Om sarira ya namah
Om Om sadasiva ya namah
Om Om paramasiva ya namah
Ya Tuhan sebagai Siva, Sadasiva, Paramasiva, anugrahilah badan dan rohani ini air suci
Doa ketika meraup tirtha:
Om Om sarira purna ya namah
Ang Ung Mang gangga amrta ya namah
Sarira suddha parama teja ya namah
Om Ang sama sampurna ya namah
Ya Tuhan, sempurnakanlah badan ini, Ya Tuhan sebagai perwujudan gangga amrta, anugrahilah diri kami kesucian, sinar yang maha suci, yang maha sempurna
Memasang Bija
Diletakkan di selaning lelata: Om shriyam bhavantu – Ya Tuahan, semoga kebahagiaan meliputi kami
Diletakkan di pangkal tenorokan: Om sukham bhavantu – Ya Tuhan, semoga kesenangan selalu datang pada hamba
Ditelan tanpa dikunyah: Om purnam bhavantu, Om ksama sampurna ya namah svaha – Ya Tuhan, semoga segala kesempurnaan menjadi bertambah sempurna pada diri hamba
Memasang bunga
Diletakkan di ubun-ubun: Om Siva Raditya ya namah svaha - Ya Tuhan, sebagai saksi semuanya, semoga hamba selalu dapat mengingatMu.
Diletakkan di kedua telinga: Om deva shri devi ya namah svaha – Ya Tuhan, semoga kewibawaan meliputi hamba.
Meninggalkan tempat suci, didahului parama santih: Om Santih, Santih, Santih Om.
Artinya :
Om Sanghyang Widhi Wasa, semoga damai dihati, damai didunia dan damai selalu.
IV. PENUTUP
Keseluruhan isi doa dalam Tuntunan Sembahyang ini akan bermakna dan mempunyai kekuatan spiritual (bertuah) apabila diyakini sebagai kebenaran, serta dilafalkan dengan rasa bhakti atau kepasrahan, karena sesungguhnya Sanghyang Widhi Wasa Yang Maha Kuasa menakdirkan segala kejadian. Semoga kita senantiasa dituntun ke jalan yang benar dan dianugerahi keselamatan.
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM